Agama Warisan, Mencari Tuhan?
Ini mungkin sudah yang berpuluh kali topik diskusi yang saya lalui, dan saya tidak terlalu suka, dari agama warisan hingga meninggalkan shalat karena belum yakin Islam agama yang dipilih.
Kenapa menggugat tanya sekarang? bukankah dari kecil sepatutnya kita bertanya, kenapa Allah, kenapa shalat? terlambat.
Asumsi saya, dia membaca seperti kawan saya, sepotong, seringnya hanya bisa mengelus dada jika kerabat dekat yang menyampaikan, “baca lagi!” kata saya.
Baik kawan muslim, non muslim hingga atheis, sebenarnya yang mereka tanyakan adalah logika kita lawan bicara, dan pembenaran dia, bukan bertanya kepada tuhan, apalah arti ulama dan ilmu yang dijelaskan jika tidak diminta kepada pemiliknya.
Sepanjang puluhan diskusi ini pun rasanya tidak ada yang berani mempertanyakan tuhan, yang mereka kejar adalah logika lawan bicara, saya pun sering menjawab, terus udah dapat agama baru? jika sudah coba jelaskan…
Untuk sederhananya, salah satu logikanya mudah saja, ada dipotongan hadits berikut:
Dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat). Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat.” (HR. Bukhari no. 6970 dan Muslim no. 2675).
Jadi, apa yang kita cari?
agama warisan?
atau kebenaran Tuhan?