Orang Bangsa-Bangsa

Saat ini saya tinggal di kota Birmingham, satu kota dimana yang pernah disebut oleh reporter Fox News sebagai kotanya orang muslim yang berada di tengah Inggris Raya, walaupun pernyataan ini direvisi kemudian, sensasi nya masih terus terngiang.

Birmingham dihuni lebih dari 70 persen penduduknya yang imigran, ataupun warga generasi kedua ketiga dari imigran, baik suaka perang, tenaga-tenaga buruh yang diimpor ketika revolusi industri bergulir dinegeri ini, negara-negara commonwealth, penduduk Eropa Tengah, ataupun mereka yang merasakan keunggulan dari sistem yang berjalan di negera ini.

Yang menarik disini adalah, hampir setiap hari saya melewati satu pasar rakyat yang sudah menyesuaikan diri berada di tengah kota yang sibuk, Birmingham Outdoor Market.

Komoditi di pasar ini atau secara umum di Birmingham, membuat saya banyak terobati oleh rasa rindu tanah air, sejenis pisang Ambon untuk pisang goreng,yang bisa didapati dengan ukuran lebih besar dari Afrika, bumbu-bumbu gulai yang pada umumnya didapati dari rempah pakistan, asam-serai-daun jeruk yang juga menjadi bumbu wajib disajian thailand, dan yang terpenting bagi saya adalah cabai, yang jenisnya dapat disesuaikan dengan masakan, untuk masakan padang bisa menggunakan cabai turki, ataupun jika ingin yang sedikit pedas untuk cabai penyet bisa menggunakan asian chili dari pakistan, bawang merahshallot yang diperoleh dari bumi andalusia spanyolbawang putih termurah adalah onions curah dari negari tiongkok cina.

Komoditi-komoditi ini adalah komoditi yang didatangkan karena ada permintaan, jumlah imigran yang besar dan bervariatif, yang meresakan betapa vibran dan diterimanya perbedaan di kota terbesar kedua di Inggris Raya.

Tuan dan Puan, saya buka tulisan ini dengan bahan makanan, benda yang kita makan setiap hari, sehingga rasanya mudah untuk dicerna makna tulisan ini dan difikirkan baik-baik, yang ingin saya sampaikan adalah singkat.

Di Indonesia, semua komoditi yang saya sebutkan diatas, kesemuanya ditanam di tanah yang subur yang diberkahi oleh Allah dengan kandungan unsur hara baja dan curah hujan yang konsisten.

Adalah kemudian kita bertanya, apakah semua komoditi tersebut berasal dari tanah air yang kita diami ini? ataukah beberapanya adalah modal yang diberikan nenek moyang kepada penjelajah-penjelajah yang merantau ke tanah antah berantah yang kemudian bermukim?

Indonesia adalah tanah berbagai bangsa, yang sejak dahulu memberikan daya tarik manusia-manusia untuk mendiaminya, tanah yang tidak memberikan masalah besar untuk bertahan hidup, tanah yang ditanam bebiji-bijian tumbuh dalam naungan sinar matahari, air yang hangat, laut yang membentang, hutan yang rimbun, kesemua hal terkadang terlalu memanjakan.

Hingga akhir abad-19, monarki-monarki ini ada, batas-batas wilayah ini disebutkan, tetapi tidak ada yang melarang hilir mudiknya manusia-manusia di tanah, adalah kita manusia yang kemudian membuat kesemuanya menjadi berbelit-belit, mencoba menguasai untuk kepentingan persendirian.

Di inggris ini, terdapat hak-hak publik yang dilindungi oleh hukum dan negara, berkaitan dengan hilir mudik. Rights of way, adalah hak publik untuk mengakses jalan, walaupun itu adalah ladang yang sudah kita pagari.

Ini kemudian menjadi satu renungan kembali, mungkin sudah saatnya kita berhenti bertele-tele, membuat aturan yang tidak ergonomis, ataubahkan mendzalimi publik.

Jika permasalahan bertele-tele ini selesai, manusia-manusia yang telah tumbuh kembang bergenerasi, baik pengetahuan dan budaya, semua manusia-manusia ada di negeri ini, seakan merata, sama rasa sama susah, mereka telah berasimilasi dengan nama Indonesia, hingga pantaslah Indonesia hendaknya maju kedepan sebagai orang bangsa-bangsa, bangsa yang boleh merasa empati dan berkontribusi atas nama kemanusiaan yang berbangsa-bangsa.

Akan tetapi, apahal kita maju hanya bermodal romantisme!

Leave a Reply