Policy Driven Politics

Pertemuan yang singkat – padat, tokoh dari negeri seberang yang sebelumnya tidak pernah bertemu dan ditakdirkan Allah bertemu di bumi Birmingham ini, kami dikenalkan dengan nama beliau: Abu Urwah.

—————————–

Seiring dengan beranjak dewasanya perjuangan mengisi kemerdekaan yang diraih oleh negara-negara yang dijajah pertengahan abad 20, perubahan cara pandang dan keberpihakan pada agenda-agenda yang berlarut-larut dan kepentingan kelompok masih menghantui sistem perpolitikan di Nusantara pada khususnya.

Para pemuda yang diharapkan untuk dewasa dan membawa satu agenda reformasi dalam cara pandang politik dan diplomasi, ternyata terseret arus dan larut dalam pusaran yang ternyata semakin waktu semakin besar dan melenakan.

Upaya untuk fokus terhadap kepentingan bangsa, manusia-manusia didalamnya, sebetulnya sudah digulirkan sejak dahulu, salah satu momen yang fenomenal di Indonesia adalah Sumpah Pemuda, kelompok-kelompok (jika kita tidak ingin menyebutkannya dengan partai), baik kelompok daerah, kelompok studi berdasarkan perguruan tinggi, kelompok pergerakan, yang kesemua mengarah pada satu trend yang saat ini kita kenal dengan Policy Driven Politics.

Mungkin ini juga yang menjadikan pada tahun pertengahan abad 20, dimana dakwah (surau, pesantren) baru menemukan momen evolusinya menjadi satu gerakan dakwah (Sumatera Thawalib, Muhammadiyah, NU, Persis, Al-Irsyad, Sarekat Dagang Islam, dsb), menjadikan anti-tesis dari liberalisme yang dibawa oleh sekutu juga menjadi satu alternatif kendaraan berpolitik.

Dewasa ini kita dihadirkan satu drama yang berlarut, setiap momen pemilu, pilkada, dsb, kita disungguhkan pemilihan platform dari kendaraan politik yang sungguh disayangkan kita tidak mendukung satu evolusi besar menuju politik yang maju, yakni berjuang karena agenda yang jelas dan detail, KPI yang terukur dan transparansi yang bersama-sama dapat diperjuangkan oleh segenap elemen bangsa Indonesia.

Policy Driven Politics, fokus kepada ide-ide yang ditawarkan, bukan mengejar kepentingan kelompok, harus diusung dan diperjuangkan menjadi satu metode politik yang dewasa dan terkini.

Sungguh kita lah yang berdosa untuk bertele-tele dalam berpolitik yang akhirnya mendzalimi anak bangsa, anak-anak yang didalam UU dikekalkan haknya memperoleh pendidikan, bumi air dan kekayaan didalamnya yang diperuntukkan oleh semua bangsa Indonesia.

Dan ternyata kita juga lah yang berteriak lantang, yang pada akhirnya memberikan satu efek kedzaliman yang terbesar, terlambatnya pengucuran tunjangan guru hampir satu semester, terlambatnya uang beasiswa pemuda-pemuda yang kita kirimkan untuk membawa nama Indonesia, dan banyak contoh lainnya yang bisa kita sama-sama evaluasi.

Apakah nabi Musa hanya diutus untuk memberi peringatan akan kesombongan fir’aun? ataukah nabi Musa juga diutus untuk memberikan peringatan kepada penguasa yang dzalim terhadap rakyatnya?

Cukup sudah, jika kita masih mau bertele-tele, dan membawa kepentingan kelompok, ingatkan diri kita untuk selalu membawa cermin untuk diri kita sendiri, kedzaliman terbesar berada ditangan yang memegang kekuasaan terbesar, dan itu mungkin kita yang duduk terlalu santai.

Leave a Reply