Konsepsi Indonesia
Ini lucu, referensi mayoritas Hindia Belanda mengacu pada penjajahan dimana subyek pelaku utama adalah pihak yang melakukan diskriminasi sosial, di tangan tersebut sejarah Indonesia dibangun, diatas cerita-cerita mencengangkan atas penaklukan-penaklukan imperialis terhadap Hindia Belanda, atau lebih tepatnya kita sebut Jawa.
Stabilitas Hindia Belanda, hanya bisa diabsahkan dalam sejarah dalam satu kawasan bernama Jawa, tidak sama halnya dengan Sumatera dan Sulawesi, ada banyak faktor yang menyebabkan hal seperti itu, dan salah satu faktor utama adalah, pemberlakuan “central land”, sebagaimana cerita kerajaan Belanda lainnya, di belanda belahan utara terdapat friesland, sebuah kota yang hingga kini masih kental dengan nasionalisme didalam nasionalisme, Friesland memiliki bendera kebanggaannya tersendiri, disamping bendera nasional yang entah dengan perasaan bangga ataukah tidak mereka akui sebagai salah satu simbol nasionalisme. Begitu juga yang berlaku di Hindia Belanda, central land adalah Jawa dan yang lainnya mereka perlakukan sebagai sebuah wilayah jajahan untuk siap dieksploitasi memuaskan dahaga imperialisnya.
Konsepsi Indonesia lahir dari seorang pemuda yang memilih berpaham komunis, disaat dihadapkan pada dua kenyataan pilihan, menjadi westernis/imperialis atau tidak menjadi westernis/imperialis, menjadi penurut atau menjadi revolusioner, hal yang harus diperhatikan pada saat bagaimana konstelasi global melandasi pemikira-pemikiran manusia pada saat itu, pada masa tersebut terdapat satu kekuatan besar yang siap untuk mengokang kesombongan imperialis yakni komunisme, komunisme pada perkembangannya sarat dengan isme-isme yang lain, yang disematkan secara sepihak oleh yang tidak setuju dengannya.
Bagaimana dengan Islam? pada saat tersebut perjuangan Islam masih bersifat kedaerahan, tidak dipersatukan oleh satu koordinasi atau lebih tepatnya tidak terstruktur dan terorganisir secara lintas wilayah, PAN Islami yang kemudian berkembang dinegara-negara yang terjajah adalah bentuk kemudian yang berkembang di dataran Timur Tengah, dan pada masa berikutnya turut pula mempengaruhi perjuangan revolusi Indonesia, akan tetapi yang perlu dicatat, hal ini terjadi setelah dua periode setelah Komunisme menancapkan pengaruhnya di Indonesia.
Pemuda yang belum genap berusia 30 tahun memimpin pergerakan revolusi bukan hanya di wilayah Hindia Belanda, tetapi yang kemudian dikenal sebagai Asia Tenggara, dianggap sebagai salah satu yang sekelas dengan Mao Tse Tung. Bagaimana dengan Soekarno dan Hatta? belum bisa dibandingkan, Hatta memulai kuliahnya di Belanda pada tahun 1921 hingga 11 tahun kemudian, Soekarno mendirikan AGS (Algemene Studie Club) pada tahun 1926, sedangkan pada tahun 1925 Tan Malaka menulis memoarnya yang terkenal ‘Naar de ‘Republiek Indonesia’, yang kemudian menjadi salah satu pegangan pergerakan revolusioner-revolusioner muda di Indonesia, termasuk diantaranya Hatta dan Soekarno. Dalam biografi M. Hatta, beliau sebutkan suatu ketika pada saat Tan Malaka diasingkan ke Berlin, beliau bertemu di Belanda, di rumah kos Hatta, dan pada saat tersebut dikemukakanlah oleh Tan Malaka bagaimana situasi pergerakan saat ini, dan bagaimana posisinya saat itu yang menjadi lemah, karena disaat kongres Komitern (Kongres Komunis Internasional) Tan Malaka mengusulkan perlunya Partai Komunisme bersama dalam pergerakan melawan Imperialisme/Western dengan pergerakan PAN Islami di Timur Tengah, dan ini juga yang kemudian memancing sinisme dari Lenin, pada pertemuan tersebut Tan Malaka berkata kepada Hatta “perjuangan revolusi Indonesia, kami serahkan kepada anda sekalian”.
Hal ini yang kemudian, secara emosional, memetamorfosis Indische Vereniging menjadi Indonesische Vereniging (Persatuan Indonesia), perkumpulan sosial pemuda indonesia yang bermetamorfosis menjadi pergerakan revolusioner indonesia berikutnya. Dalam visi misinya dimuatkan satu kata yang akan mereferensikan kita kepada ide-ide revolusi yang dibawa oleh Tan Malaka, yakni Aksi Massa -perjuangan kemerdekaan indonesia, tidak bisa diperoleh oleh sebagian pihak, tetapi oleh seluruh pihak- (isi disesuaikan oleh penulis).
Majalah Hindia Belanda yang diterbitkan oleh Perhimpunan Indonesia pun berganti nama dengan Indonesia Merdeka, majalah yang juga diterbitkan di Indonesia menjadi bacaan pokok para revolusioner muda Indonesia, termasuk diantaranya Soekarno, ini pula yang kemudian secara tidak langsung memperkenalkan Soekarno di kemudian harinya dengan sosok Hatta, Soekarno dengan ASC nya secara lokal lebih dikenal dari pada Hatta, yang pada saat itu sebagai pelajar di negeri Belanda, yang kemudian harinya membuat kedua sosok ini saling melengkapi, Hatta dengan wawasan dan pengalaman di negeri belanda yang menjadikannya lebih rasional, dan Soekarno yang besar ditengah-tengah rakyat yang lebih populis, dan keduanya dikemudian hari sepakat republik baru ini dinamakan Republik Indonesia, mengacu pada ‘Naar de Republik Indonesia’, sebuah ide revolusioner dari seorang pemuda yang revolusioner.
Sehingga wajar Mohammad Yamin dalam bukunya ‘Tan Malaka Bapak Republik Indonesia” memberi menuliskan “Tak ubahnya daripada Jefferson Washington merancangkan Republik Amerika Serikat sebelum kemerdekaannya tercapai atau Rizal Bonifacio meramalkan Philippina sebelum revolusi Philippina pecah….”
Father of The Republic