Systemic Chaos (1)
Jangan heran jika anda merasa ada sesuatu yang janggal dalam negeri ini, sistem-sistem berjalan berhimpit satu sama lain, menciptakan in-effisiensi, biaya operasional yang tinggi, dan yang terpenting tidak berhadapan sebagai satu sistem publik yang mempunyai fungsi untuk melayani dan memberikan hak publik, bahkan cenderung meresahkan.
Kenapa begitu? Ketika sistem berhimpit ada satu pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang tanpa mendapatkan hasil yang optimal, sebagai contoh pengurusan KTP, kita harus lekatkan dalam pikiran kita, bahwa semua data harus terpusat, minimal satu propinsi, karena pengurusan KTP mau tidak mau, etis tidak etis harus mulai mengadaptasi sistem data terpusat, tidak lagi di urusi di kelurahan yang memerlukan biaya yang tidak wajar, dan tidak pula menghasilkan validitas yang bisa dibawa untuk tingkat lebih lanjut, seperti terjadinya duplikasi, terjadinya ketidak sinkronan data, pemalsuan data, dan sebagainya.
Sistem juga memiliki fungsi untuk diturunkan, variabel-variabel yang diperlukan, baik variabel yang bergantung dengan yang lain, ataupun variabel bebas yang tidak bergantung dengan yang lain, sebagai contoh adalah legalisir, yang menjadi pertanyaan bagi penulis, apakah legalisir memerlukan validitas yang bertingkat-tingkat? walaupun dalam kerangka struktural diperlukan, tetapi saat ini dunia sudah bergerak kepada tahapan high efficiency, penyusunan berkas untuk keluar negeri memerlukan tahapan dari struktur yang paling kecil (keluarga, rt, rw, hingga departemen luar negeri), padahal sistem bisa di effisiensikan dengan memberikan toleransi berdasarkan kondisi dan batasan-batasan, saya cukup tersadar bagaimana di kantor imigrasi negara tetangga yang banyak menyerap tenaga pembantu rumah tangga, memberikan satu pelayanan khusus untuk pengurusan dokumen, terpisah dari pelayanan umum yang diakses oleh tenaga kerja golongan yang lain. Dan ini cukup signifikan penulis rasa, untuk menghindari pelayanan-pelayanan ilegal yang akhirnya terbentuk karena kebutuhan, atau sering kita sebut jalur belakang, calo, dan sebagainya. Dan fenomena ini terjadi di seluruh lini departemen, dan kemudian menjadi pertanyaan, bagaimana tingkat pelayanan publik bisa ditingkatkan? karena effisiensi juga berbicara mengenai waktu, dimana pengurusan dokumen tersebut pastinya memakan waktu dan mengorbankan produktifitas, kemudian biaya pengurusan yang melonjak tinggi.
Kemudian permasalahan validitas informasi, penulis menyadari bahwa sudah menjadi pergeseran budaya yang benar-benar harus kita kritisi, bagaimana terciptanya mesin (dalam hal ini komputer) memiliki dampak yang cukup besar dalam pengolahan data informasi, akan tetapi patutnya setiap proses validitas, dan effisiensi tidak dilekatkan pada keharusan penggunaan teknologi yang high end, sehingga pada kenyataannya dengan terlalu kolot (strictly) pada penggunaan teknologi high end kita menciptakan potensi in-effisiensi yang cukup besar. Dalam pengolahan data, dikenal istilah pemasukan data (input), pengeluaran data/penampilan (display-output), terlalu strictly pada hal pendisplayan juga tidak baik, karena sering kali karena berorientasi pada output tampilan yang rapi atau cantik, kita melewati permasalahan validitas.