Qadha dan Qadar
Saya tertarik membaca bagaimana orang mensikapi takdir, sejak dari Madrasah Tsanawiyah saya mendiskusikan hal ini dengan teman saya, hingga sekarang, dulu kami menyimpulkan ada takdir-takdir yang sudah ditetapkan oleh tuhan, dan ada takdir-takdir yang serupa algoritma, logika sebab-akibat, tapi kesimpulan itu dari hasil analitis kami.
Seiring waktu saya menyimpulkan, takdir itu adalah sesuatu yang sudah ditetapkan, terutama saya selalu berpegang dalam permasalahan rezki, rezki adalah apa-apa yang bergantung dengan otoritas tuhan, bukan karena inisiasi dari sekelompok makhluk. Tetapi seperti menyeimbangkan konsepsi tersebut dengan realita, pada nyatanya saya tetap berusaha mencapai yang terbaik, melakukan perkara-perkara yang fundamental untuk diperoleh hasilnya kemudian.
Sampai salah satu tulisan dalam buku tamu, yang tiba-tiba membuat saya terintuisi (semua yang benar datangnya dari Allah) dengan serapan kata Qodho, Kudhu kalau kata orang betawi, dan Qadar, Kadar kata pedagang emas. Dan kata-kata tersebut saya rasa adalah serapan dari bahasa arab.
Mari kita renungkan, Qodho dalam klausul ini (takdir), adalah hal-hal yang Kodho terjadi, hal-hal yang harus terjadi. Dan Qadar sesuai dengan padanannya kadar, adalah hal-hal yang akan terjadi sesuai dengan kadar kita, kadar keimanan kah, kadar perbuatan. Jadi akhirnya saya kembali kepada kesimpulan kami disaat dulu. Yang kemudian menjadi pertanyaan kembali, kenapa Qadha dan Qadar disebut takdir?