Retorasi

Ada yang menarik minggu ini, perihal permaisuri SBY (bila mengutip kata Ayu Utami), dan JK-Wiranto. 

Ayu Utami salah!! Jika mengatakan isu tentang Islam adalah tidak sensitif, perihal PKS yang mengatasnamakan Islam, dengan statementnya tersebut justru Ayu mengakui simbolisasi representasi partai Islam yang di usung oleh PKS. Kenapa Ayu tidak menyebut PPP, PKB, PAN yang juga berada dalam barisan koalisi tersebut, janggalnya dia yang secara tersirat mengakui tentang representasi tersebut.

Manusia hidup dengan simbol dan image yang dibangunnya sendiri, ketika banyak orang, saya katakan BANYAK, bukan cuma PKS, bukan cuma partai-partai saja mempertanyakan hal tersebut. Kenapa? karena Boediono tidak hidup dalam lingkaran pergerakan organisasi Islam. Sehingga pertanyaan apakah Boediono merepresentasikan the piece of pie of Islamic Acts sudah tepat, tetapi jika yang menjawab orang yang tidak tepat, justru senjata makan tuan. Sehingga seperti seharusnya Faisal Basri yang menyampaikan tentang pandangan ekonomi seorang Boediono yang di cap Neo-Lib, tetapi bila menyangkut isu sensitif Jawa-Non Jawa, Pergerakan Islam… Eits, tunggu dulu, setiap loyang tentu ada bagiannya masing-masing, sehingga tidak menyinggung isu sensitif tersebut menjadi sangat-sangat toleran dalam kondisi saat ini.

Mungkin SBY tidak terlalu memikirkan isu Jawa-Non Jawa, tapi dia lupa di dalam dada anak-anak muda yang melihat generasi bapaknya di pecundangi mentah-mentah oleh kebijakan yang sentralististik, yang memaksa orang tuanya merantau untuk penghidupan yang lebih layak karena daerah asalnya tidak lagi menjanjikan seperti dahulu kala. Ingat!! saya menuliskan menjanjikan seperti dahulu, karena terdapat beberapa daerah di Nusantara ini yang masyhur pada masa sebelum kemerdekaan dan menjelang kemerdekaan yang kemudian di kebiri oleh penguasa. SBY lupa terhadap anak-anak muda ini yang perlahan menapaki langkah dan usianya, isu Jawa dan Non Jawa adalah isu sensitif yang vital yang harus disolusikan dengan baik, dan SBY saya lihat belum mempertimbangkan hal tersebut.

Isu Islam, ini bukan tentang Boediono yang Islami atau tidak, ini tentang SBY!! Koalisi partai Islam yang mengikut SBY adalah salah satu framenya. Walaupun saya cukup kecewa dengan keputusan PKS yang tetap bertahan, saya justru lebih memprediksi keluarnya PKS dari barisan koalisi, dibandingkan sekarang justru terkena fitnah bertahan untuk kue kekuasaan. Partai Islam harusnya dinamis, dengan berprinsip. Dinamis dalam artian tidak terkontrol oleh satu pihak manapun, dan berprinsip untuk mematangkan kembali isu-isu pergerakan Islam dalam ketatanegaraan Indonesia. SBY harusnya merepresentasikan lebih untuk isu ini, karena ini bukan tentang keberagamaan, bukan tentang SBY yang Islam dan Boediono yang Islam, tapi pergerakan Islam yang di usung ghirahnya dari zaman pra-kemerdekaan. SBY yang menempatkan diri bersama demokrat merepresentasikan idealismenya sebagai barisan Nasionalis, maka patutnya ada bagian lain yang merepresentasikan pergerakan Islam. Ini sensitif, menghindar dari ini justru kerugian besar bagi SBY, dan salah satunya stigma dari pertanyaan “Apakah Boediono Islam?”, dan bersiaplah dengan pertanyaan masyarakat yang lebih besar dari yang ini.

Angin justru berhembus cukup segar di kubu JK-Wiranto sejak SBY mengukuhkan nama Boediono sebagai calon wakil presiden, kekecewaan yang timbul dari keputusan SBY menyandingkan diri dengan Boediono ternyata memberikan signifikansi yang cukup besar.  PKS, PAN dan koalisi partai Islam yang tadinya saya prediksi akan berpindah haluan justru memilih bertahan. Tapi itu dikalangan eksekutif partai saja, massa menunjukkan kecenderungan yang berbeda, sehingga pantas jika JK sesumbar, gerbongnya bisa saja dimana, tapi penumpangnya berada dalam barisannya (JK).

Tapi lebih dari pada itu, komposisi JK – Wiranto saya pikir berada dalam komposisi yang tidak lebih dan tidak kurang. Kedekatan JK dengan organisasi sosial keberagamaan, tidak terlepas dari latar belakangnya yang bugis beristrikan orang minang, sedikit banyaknya hal tersebut menentukan dengan siapa dia berkawan. Sesuai pula dengan hadits logam, dia yang serupa akan tarik menarik mendekat. JK adalah orang sipil asli yang kemudian berkiprah dalam ranah politik, hal baru yang sangat mengagumkan, tapi terdapat catatan untuk saya pribadi, JK harus pandai memilih dalam membangun corporate-nya yang nantinya akan banyak bersinggungan dengan pemerintahan, dan saya rasa itu memungkinkan, selama company yang dimilikinya mengembangkan profesionalitas dalam pengembangannya. Tokh perusahaannya keluarganya sudah menjadi perusahaan publik, Perseroan Terbatas (PT) yang klausul sahamnya dipegang oleh publik, dan artinya ini bukan perusahaan pribadi yang bersifat CV.

Jadi kemana sekarang angin berhembus?

Leave a Reply