Modernisasi Budaya, Akulturasi atau Inovasi?
Jepang berhasil melakukannya, german, swedia, finlandia, spanyol, belanda, iran, arab saudi, argentina, brasil, malaysia. Indonesia?
Heterogenitas tampaknya malah menjadi bumerang ketimbang sebagai potensi, bagaimana perantauan, menjauh dari ranah menjadikan banyak perantau resistensi, lalu budaya apa kemudian yang adaptasi? Adakah budaya nasional Indonesia? atau justru pertanyaannya menjadi disusun oleh budaya apa saja budaya nasional Indonesia, lalu apa yang menjadi justifikasi adanya budaya nasional? tampaknya kita bersalah atas kepunahan-kepunahan budaya penyusun budaya nasional.
Budaya bukan hanya berkembang linear berdasarkan siapa yang melestarikannya, tetapi juga mampu berkembang visioner menjadi pengembang generasi-generasi mendatang, dan tampaknya hal ini bukan opsi yang memungkinkan bagi manusia-manusia Indonesia.
Banggalah dengan Budaya Lokal untuk mempertahankan Indonesia
Bagaimana jika Budaya Aceh, Bugis, Minang, Melayu, Jawa, Sunda, Papua, dsb hilang? Apa yang tersisa kemudian dan menjadi Indonesia?
Ketika budaya lokal tidak diadaptasi oleh manusia-manusia perantau masing-masing, lemahnya komunitas daerah, apa yang terjadi kemudian, diambillah jalan tengah, bukan Jawa, bukan Melayu, bukan Papua, lalu? pertanyaan yang retoris.
Akulturasi atau Inovasi
Dalam prosesnya budaya berkembang secara pasif mengikuti apa-apa yang terjadi dalam masyarakat itu sendiri. Tapi sebagai upaya untuk meningkatkan optimalisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara para tokoh, aktivis, pemimpin dalam semua tingkatan baik pemerintahan maupun suku bangsa di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia mencoba melakukan Inovasi budaya.
Apakah ini berkaitan dengan sistem parlementer, sistem presidensial, sistem liberal, sistem demokrasi pancasila, dsb yang akan menjadi penentuan di belakang setelah tidak ada otoritas budaya yang terlukai.
Apa Hikmahnya?
Siapa keluarga-keluarga yang berada di dalam perusahaan Honda, Toyota, Suzuki, dsb. Siapa bani-bani yang berada di dalam manajerial haji?
Karena upaya Negara untuk mensejahterakan rakyatnya pada akhirnya berujung pada rakyat itu sendiri, manusia-manusia yang justru dibina oleh budaya bukan sistem kenegaraan yang lebih bersifat protokuler.