membangkik batang tarandam

Sampai sekarang saya bertanya dalam hati kecil saya, apa yang perlu dibangkikan (dibangkitkan)? sudah beberapa opsi ataupun langkah saya sumbangkan, tetapi apakah itu menjadi opsi yang terbaik? opsi penuh dengan konsekuensi, konsekuensi yang menimbulkan opsi-opsi lain dibelakangnya, pilihan-pilihan yang akan menentukan langkah-langkah berikutnya.

Apa yang menjadi relevan disaat semua pilihan tak ada yang salah, keinginan-keinginan tertampung, tetapi dalam perjalanan selalu ada yang tergelincir, dan itu tidak sedikit, toh tak ada gunanya untuk sombong terlebih bangga. Penihilan terhadap peran satu individu (terlebih banyak), tak akan membuat peran kita menjadi lebih dari yang lainnya, bagaimana mungkin? mungkin kita sedikit menutup mata, memicing melihat peranan orang lain, toh kita tak lebih dari mereka, dari segi memicingkan peranan yang lain, kalau sudah semacam ini, apa jejak yang tersisa kemudian?

Apa arti mamak tanpa kemenakan? apa arti pemimpin tanpa kaum? apa arti perjuangan tanpa perubahan? apa arti politik tanpa manifesto? apa arti dialektika tanpa lawan (thesis-antithesis)? dan apa arti kampung tanpa kaum? Serupa dengan apa arti Minangkabau tanpa Adatnya, dan apa artinya Adat tanpa Syarak?

Jika masih ada yang salah, termasuk dalam penafsiran, dan penghayatan yang menyebabkan kita jumud dan jenuh dengan keterkaitan tersebut, pastilah ada sesuatu yang salah atau mis-konsepsi. Jika bukan adat yang salah, pasti lah kita ataupun sebaliknya.

Leave a Reply