Insan Cendekia

Mungkin memang benar kata orang, saya seorang melankolic sejati. Ketika seorang kawan mengingatkan saya tentang insan cendekia, bayangan-bayangan akan kenangan-kenangan tersusun acak tampil bak slide menyusun bak imaji akan harapan.

Tak ada kesan yang “wah”, seperti tentoring kepemimpinan yang di elu-elukan banyak pihak diluar, ataupun karakter building yang dijadikan bahan diskusi setiap pengamat. Saya pikir yang ada hanya tawa, kejenakaan, riot-ism (pemberontakan atas peraturan), persaudaraan, sepakbola dengan atap hujan dan guntur, banjir yang membuat sekolah seperti danau kecil penuh privasi (ada yang inget??), menu makan yang selalu mengundang komentar tapi turut membangun kebersamaan, pilar-pilar gedung-gedung yang selalu susah untuk dipeluk, lapangan basket yang selalu menjadi tempat terbuka untuk tidur-tiduran, guru-guru yang penuh dinamika dan semangat.

Selalu saja terasa kurang untuk disampaikan dan terasa banyak untuk diingat, sosok-sosok yang tak terlihat menjadi warna yang tak mencolok tetapi menyempurnakan keindahan.

Saya rindu setan-setan kecil yang menggoda saat adzan magrib ataupun saat detik-detik 12malam, rindu angin-angin mencekam yang menggoda iman. (hahaha)…

Yah, masih terlalu banyak yang sulit untuk dideskripsikan, tapi satu yang akan selalu saya ingat, Insan Cendekia ini yang membuka babak baru dalam kehidupan saya, sebagai pengagum”Tan” (terimakasih untuk pemuda itu yang memberi seonggok cerita menjadi mimpi)

Leave a Reply