bila hari telah gelap aku pulang
Hari ini jogja cerah,
hawa panas yang juga menjadi pemicu emosi manusia sedikit berkurang.
Tadi malam jogja diguyur hujan, tidak lebat,
tapi kiranya cukup untuk mengenyahkan debu-debu pikiran jahat karena tidak berdaya untuk menggeliat.
Pagi ini, didepan setumpuk kertas atas nama “hand-out” aku mesti berjuang,
mengalahkan semua pikiran dan memacu konsentrasiku,
hanya tinggal 2 jam saat eksekusi itu berlangsung.
Keadaan hampa terus aku lewati, sedikit terjal dan menganga,
yah memang jurang itu senantiasa menanti aku, bila tidak sekarang, mungkin esok masih setia.
Aku mengalah, atas nama kasih sayang yang sedikit mencari ruang dalam idealisme.
Entah karena alasan apa, percaya pada-nya mungkin menjadi salah satu faktor bentuk terpenting.
Dia “nya” wanita bersikap dalam kehangatan, mungkin laki-laki gelisah sepertiku memerlukan sedikit ketenangan, tempat yang nyaman untuk berbagi.
Belajar, saling berbagi menjadi beban kendaraanku menjadi lebih ringan.
Karenanya aku butuh dia. Dia yang selalu berjuang sendirian, dan kerja keras demi cita-citanya.
Aku yang sombong pun, harus sedikit mengadah, perhatian, kasih sayang.
Demi mengubur kegelisahan yang kerap menghantui, bahkan disaat tidurku.
Malam ini sama dengan malam sebelumnya, hanya cita dan cerita yang bergumul dalam sebuah pikiran, memacu dan berjuang.